Indonesia berencana untuk menutup 18 pembangkit listrik tenaga panas bumi

Niat Indonesia untuk menutup PLTU batu bara dalam rangka mencapai target nol emisi pada tahun 2060 tertuang dalam Peraturan Menteri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang Peta Jalan Transformasi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.Institute for Essential Services Reform (IESR) telah mendukung rencana pemerintah untuk menutup PLTU, dengan direktur eksekutifnya yang menyatakan bahwa peraturan tersebut memberikan dasar hukum untuk pembangunan infrastruktur listrik. Studi IESR menunjukkan bahwa 72 PLTU batu bara dengan total kapasitas terpasang 43,4 GW harus dihentikan secara bertahap pada periode 2022-2045 untuk memitigasi krisis iklim. 18 PLTU dengan total kapasitas terpasang 9,2 GW diusulkan untuk ditutup pada periode 2025-2030, dimana delapan di antaranya dimiliki oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan 10 lainnya oleh pihak swasta. Studi IESR mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk usia pembangkit, kapasitas terpasang, keekonomian proyek, dan dampak lingkungan (terutama emisi gas rumah kaca). Pemerintah juga sangat memperhatikan ketersediaan dukungan keuangan domestik dan asing untuk mempercepat penutupan PLTU batubara. Biaya penghentian awal PLTU diproyeksikan sebesar US$4,6 miliar pada tahun 2030 dan US$27,5 miliar pada tahun 2050, dengan sekitar dua pertiga (US$18,3 miliar) berasal dari PLTU swasta dan sepertiga (US$9,2 miliar) berasal dari PLTU milik PLN, meskipun biaya di awal cukup besar, namun dalam jangka panjang pada tahun 2050, terdapat penghematan sebesar US$96 miliar dari pengurangan biaya kesehatan dan subsidi PLTU. US$ miliar. Dana tersebut diperlukan untuk mendukung penghentian awal PLTU PLN yang tidak efisien, mahal, dan sangat berpolusi, yang, bersama dengan modal ekuitas negara, dapat digunakan untuk mempercepat pembangunan sumber energi terbarukan dan memperkuat jaringan listrik.