MEMUAT BARANG...

Tujuh perusahaan keramik lokal Indonesia dipaksa tutup dan menghentikan produksi

七家印尼本土陶瓷企业被迫关闭停产

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat tujuh perusahaan keramik telah tutup atau bangkrut sebagai akibat dari kenaikan harga gas dan dampak dari impor besar-besaran barang keramik dari China.Ketua Kelompok Kerja Pengembangan Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian mengatakan bahwa industri keramik lokal telah mengalami penurunan daya saing karena kenaikan harga gas alam, dan bahwa meskipun sempat berjaya hingga tahun 2015, ketika daya saing perusahaan-perusahaan tersebut tinggi, bahkan dengan tingkat utilisasi 90%, setelah itu mulai menurun, dengan perusahaan-perusahaan tersebut menjadi sangat rendah dan tidak mampu bersaing dalam hal harga, dan bahwa situasi ini telah diperburuk oleh masuknya produk impor yang murah.Lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri, terutama dari China, berdampak pada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang terpaksa menghentikan produksinya. Akhirnya pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies seperti penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan juga Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk melindungi industri keramik dalam negeri. Berikut ini adalah daftar tujuh perusahaan keramik yang telah menghentikan produksinya: PT Indopenta Sakti Teguh, PT Indoagung Multiceramics Industry, PT Keramik Indonesia Assosiasi - Cileungsi, PT KIA Serpih Mas - Cileungsi, PT Ika Maestro Industri, PT Industri Keramik Kemenangan Jaya, PT Maha Keramindo Perkasa

Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) telah merekomendasikan pengenaan BMAD terhadap ubin keramik impor yang berasal dari China dengan tarif maksimum 199,98% untuk melindungi industri keramik dalam negeri. Institute for Development of Economic and Financial Development (INDEF) menilai penerapan rekomendasi BMAD tersebut akan menimbulkan beberapa dampak negatif. Kepala Centre for Industry, Trade and Investment (CITI) mengatakan bahwa jika BMAD diimplementasikan berdasarkan temuan KADI, dampaknya akan ada pengalihan perdagangan terlebih dahulu, dengan pergeseran impor ke negara selain China. Ada pergeseran yang cukup besar ke India dan Vietnam karena mereka adalah dua eksportir terbesar. Dampak kedua adalah pasar yang kompetitif semakin kecil, konsumen memiliki lebih sedikit pilihan, dan harga keramik menjadi lebih mahal. Ketika harga impor keramik meningkat tajam, produsen dalam negeri akan meningkatkan margin keuntungan mereka dengan menaikkan harga jual. Selain itu, semakin sedikit jumlah keramik yang tersedia di pasar, semakin tinggi harga yang akan diterima konsumen ketika permintaan keramik domestik meningkat. Produsen dalam negeri akan meningkatkan profitabilitas mereka dengan menaikkan harga jual mereka karena harga keramik impor meningkat tajam. Ketiga, banyak industri yang akan terkena dampaknya, termasuk ritel, sektor properti, importir, jasa pengiriman barang, dan logistik, yang kemungkinan besar akan meningkatkan angka pengangguran. Dampak keempat adalah kekhawatiran bahwa China akan melakukan retaliasi, retaliasi adalah tindakan pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara yang telah merugikannya, yang mungkin terjadi adalah China akan melakukan retaliasi terhadap produk Indonesia.

Hal ini terjadi setelah Ketua Kelompok Kerja Pengembangan Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian mengungkapkan bahwa industri keramik Indonesia memiliki masalah kinerja yang sudah berlangsung lama. Masalah ini dimulai pada tahun 2015 ketika harga gas alam mulai naik, yang menyebabkan penurunan kinerja industri keramik dan bahkan membuatnya kurang kompetitif. Industri keramik lokal mengalami penurunan daya saing karena kenaikan harga gas alam yang tinggi sebelum tahun 2015, bahkan utilisasi mencapai 90%. Masuknya keramik impor membuat produk keramik lokal semakin kalah bersaing karena harga keramik impor lebih murah. Impor yang murah membuat situasi menjadi lebih buruk, dan konsumen Indonesia tetap khawatir dengan harga. Kementerian Perindustrian akhirnya mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies pada tahun 2016, seperti penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk melindungi industri keramik dalam negeri.

© 版权声明

相关文章

id_IDIndonesian